Sejarah Kopi di Indonesia

Sejarah Kopi di Indonesia

Sejarah Kopi di Indonesia

Banyak orang menyangka kopi adalah komoditi asli Indonesia, padahal kopi bukan tanaman asli Indonesia. Tanaman kopi berasal dari Ethiopia yang kemudian disebarkan oleh orang-orang Arab hingga menembus pasar Eropa dan Asia. Kopi masuk ke Indonesia pada saat masa kolonial Belanda yang menjajah dan melancarkan Sistem Tanam Paksa.

1. Masuknya Belanda ke Indonesia

Sejarah kopi di Indonesia bermula pada tahun 1696. Pada saat itu, Belanda atas nama VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie) mendarat di Jawa membawa kopi dari Malabar, India. Kopi yang pertama kali dibawa itu merupakan jenis arabika.
Belanda berusaha membudidayakan tanaman kopi tersebut di Batavia, tapi gagal karena gempa dan banjir. Mereka tidak menyerah dan mendatangkan kembali bibit-bibit baru. Perkembangan budidaya yang cepat membuat Belanda membuka ladang-ladang baru di Sumatera, Sulawesi, Bali, Timor, dan pulau-pulau lainnya di Hindia Belanda yang saat ini dikenal sebagai Indonesia.
Pada tahun 1700-an, kopi menjadi komoditas andalan VOC. Penjualan biji kopi dari Hindia Belanda (Indonesia) meledak hingga melebihi ekspor dari Mocha, Yaman ke beberapa negara di Eropa. Belanda pun memonopoli pasar kopi dunia pada waktu itu.
Pada saat itu, salah satu pusat produksi kopi dunia ada di Pulau Jawa. Secangkir kopi kemudian lebih populer disebut dengan cup of Java atau secangkir Jawa.

2. Robusta Menggantikan Arabika sebagai Komoditas Utama

Sumber: Wikimedia Commons
Tahun 1876, hama Karat Daun menyerang hampir seluruh perkebunan kopi di Indonesia. Belanda kemudian mendatangkan jenis kopi lain, yaitu liberika. Namun, nasibnya sama, habis diserang karat daun.
Serangan hama tidak membuat Belanda kehilangan akal. Pada tahun 1900, mereka mendatangkan jenis kopi robusta yang lebih mudah perawatannya serta lebih tahan terhadap hama. Produksinya yang sangat tinggi membuat Indonesia sempat menjadi ladang pengekspor terbesar di dunia.

3. Kebangkitan Perkebunan Kopi Indonesia

Pascakemerdekaan, setelah pemerintah Hindia Belanda meninggalkan Indonesia, laju perkebunan kopi pun sedikit terhambat. Namun, berkat kegigihan para petani dan nasionalisasi perkebunan eks pemerintahan Hindia Belanda, akhirnya perkebunan kopi lambat laun mulai bangkit dan berkembang.
Setidaknya ada satu novel karya Douwes Dekker berjudul Max Havelaar yang membantu mengubah opini masyarakat tentang Sistem Tanam Paksa. Novel tersebut berkisah tentang seorang pedagang kopi dan sekaligus kritik terhadap kesewenang-wenangan pemerintahan Hindia Belanda terhadap rakyat. Oleh karena peran novel itu, maka ada salah satu produk coffee blend dari Indonesia yang menggunakan kata Havelaar sebagai nama produknya.
Tahun 2000-an, kopi Indonesia kembali melejit. Indonesia masuk dalam negara penghasil kopi terbesar keempat di dunia setelah Brazil, Vietnam, dan Kolombia. Keanekaragaman cita rasa kopi yang tumbuh di berbagai daerah di Indonesia diakui oleh mancanegara.

Perkembangan Budaya Minum Kopi

Perkembangan Budaya Minum Kopi
Seiring berkembangnya zaman, budaya minum kopi pun berkembang. Setidaknya ada tiga gelombang yang menunjukkan jenis-jenis minuman kopi yang populer di dunia.
Pada sebuah artikel di Wrecking Ball Coffee Roasters tahun 2002, Trish Rothgeb mendefinisikan ada tiga pergerakan dalam dunia kopi. Ia menyebutnya dengan istilah gelombang atau waves.

1. Gelombang Pertama

Gelombang pertama dikenal dengan sebutan First Wave Coffee. Berawal di tahun 1800-an di mana kopi disiapkan untuk harga yang terjangkau dan mudah disajikan. Era ini memusatkan pada inovasi kemasan dan kepraktisan penyajian, yaitu kopi instan.
Kopi instan sangat mudah diterima masyarakat karena tak memerlukan alat yang ribet. Bahkan digunakan pula oleh para tentara pada Perang Dunia Pertama tahun 1917 sebagai minuman sehari-hari.

2. Gelombang Kedua

Munculnya gelombang kedua atau dikenal dengan Second Wave Coffee ini dikarenakan kopi instan dianggap buruk. Para peminum kopi menginginkan kopi yang nikmat serta pengetahuan tentang apa yang mereka minum itu. Boleh dibilang, gelombang ini merupakan kritik terhadap kopi instan pada gelombang pertama.
Era ini bermula tahun 1960-an dan kemudian mulai dikenal istilah-istilah dan sajian-sajian minuman kopi yang baru. Hal ini seiring dengan mulai bermunculan coffee shop yang menawarkan minuman kopi dengan gaya baru, yaitu espresso, latte, cappucino, frapucino, dan lain-lain. Orang-orang yang semula menikmati kopi secara instan di rumah maupun di kantor mulai berpindah ke coffee shop.
Di coffee shop, orang-orang tak hanya datang untuk menikmati kopinya saja. Melainkan juga untuk mengobrol bersama teman terdekat atau membahas masalah pekerjaan.

3. Gelombang Ketiga

Istilah Third Wave Coffee muncul pada awal tahun 2000-an. Kemunculannya bersamaan dengan munculnya istilah First Wave dan Second Wave dalam pemetaan budaya minum kopi masyarakat dunia.
Gelombang ketiga atau Third Wave Coffee ini ditandai dengan mulai tertariknya para peminum kopi terhadap perjalanan kopi sejak dipanen hingga tersaji menjadi sebuah minuman. Orang-orang mulai merasa bahwa secangkir kopi memiliki cultural experience yang panjang dan sarat makna. Perjalanan tersebut meliputi di mana asalnya ditanam, proses pengolahan biji, serta cara penyajiannya menjadi sebuah minuman.
Pada fase ini, muncul istilah origin, di mana digunakan sebagai identitas daerah atau kebun tempat jenis kopi tersebut tumbuh. Hal ini dilakukan agar kopi-kopi bisa lebih dikenali secara spesifik karena satu varietas kopi bisa melahirkan varietas dan cita rasa yang berbeda jika ditanam di daerah yang berbeda. Kualitas dan rasa kopi benar-benar diperhatikan secara dalam dan lebih mendetil.
Indonesia sendiri memiliki beberapa daerah penghasil kopi yang terkenal dan mendunia. Di antaranya ada Gayo dan Mandailing di Sumatra, Preanger di Jawa, Kintamani di Bali, bahkan hingga Flores dan Papua. Daerah-daerah tersebut memiliki jenis-jenis kopi dengan cita rasa yang unik dan berbeda.

Bukan Sekadar Minuman, Melainkan Kisah Peminumnya

Hampir di semua tempat, orang-orang menghadirkan kopi sebagai pelengkap beraktivitas. Mulai dari bangun pagi, di tengah-tengah pekerjaan, hingga pada saat bercakap hangat dengan kawan atau kolega. Bisa di rumah, di kantor, maupun gang-gang sempit di sudut kota.
Minuman legendaris ini bukan sekadar sebagai penghilang rasa dahaga saja, melainkan berisi kisah para peminumnya. Setiap orang memberikan makna tersendiri pada kopi yang ada di cangkirnya. Demikian pula cara menikmatinya yang tentu berbeda-beda.
Mungkin orang zaman dahulu tak menyangka tanaman misterius ini bisa menjelma jadi minuman yang populer sejagat raya. Oleh karenanya, sangat baik bagi kita untuk mengetahui sejarah kopi untuk lebih mengenal dan memahami minuman hitam pahit ini. Toh mempelajari sejarah sama saja dengan menghargai kopi itu sendiri.
Selain artikel sejarah dan jenis kopi ini, Anda juga bisa kunjungi artikel-artikel Kopipedialainnya. Dengan begitu, Anda akan lebih mudah memaknai filosofi-filosofi yang terkandung di dalam minuman legendaris ini.

No comments :

Post a Comment